TATAKRAMA POLITIK KAUM MILLENIAL
Maksis Sakhabi* (Wakil Ketua Karang Taruna Provinsi Banten)
Apabila kita mencermati beragam isi beranda media sosial kaum muda milenial soal politik di daerah harus menguji kembali kesadaran kita terhadap tugas dan peran generasi muda dalam pendidikan demokrasi saat ini. Betapa tidak, generasi muda millenial dan kaum Gen-Z seakan terbawa arus politik praktis yang tidak menggunakan logika berpikir kaum modern. Perselisihan pendapat dan cara pandang menjadi ukuran tingkat kematangan pendidikan politik dan demokrasi kaum muda kita. Di beberapa daerah yang skala politiknya nasional akan menjadi seksi perbincangan politik dan demokrasi di media sosial terutama yang dilakukan generasi muda kita. Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Jawa Barat dan Banten saat ini tengah menjadi perbincangan hangat dalam isu politik nasional dikarenakan faktor intervensi pusat yang menguat dan mendominasi pada urusan politik daerah.
Urusan politik di daerah menjadi bagian urusan politik nasional nampaknya dibenarkan oleh kalangan yang mendelegitimasi partai politik di daerah. Sebut saja, pada urusan rekomendasi partai untuk mengusung calon kepala daerah, baik itu Gubernur, Bupati dan Walikota nampaknya akan didominasi intervensi pusat (baca: partai politik). Dengan demikian, situasi dan kondisi di daerah seakan hanya menerima keputusan di pusat tentang langkah-langkah dan keinginan di daerah itu sendiri.
Situasi ini digunakan sebagai bahan agitasi dan propaganda oleh kaum millenial yang sudah secara praktis berpolitik. Seperti kebanyakan anak muda pada umumnya, sifat dan emosional kaum muda mudah terbakar dengan propaganda-propaganda politik yang terjadi. Maka seringkali kita melihat komentar-komentar politik di media sosial yang isinya menghasut, memfitnah, mengolok-olok, merendahkan dan sebagainya kepada yang dianggap lawan politiknya. Yang menjadi sasarannya tidak peduli kalangan elit maupun kelas rendah. Di kalangan elit juga menjadi sasaran, apalagi kalangan bawah.
Ada dua cakupan hadirnya generasi millenial dan Gen-Z dalam arus politik 2024 ini, yaitu: pertama, sebagai Pendidikan politik dan demokrasi. Mereka (kalangan millenial dan gen-z) dituntut untuk ikut berperan dalam politik. Terlebih Tahun 2024 ini adalah tahun pemilu serentak yang secara terus-menerus isu publiknya adalah soal politik, baik di pusat maupun di daerah. Sebagai generasi yang tengah membangun kepercayaan, kaum millenial mesti merdeka secara politik. Artinya, kemerdekaan kaum millenial dalam berpolitik harus menunjukan kebebasan berpikir, tidak bisa dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh setan untuk membabi buta mengolo-olok, mencela, memfitnah seseorang yang dianggap lawan politiknya. Generasi millenial kini hidup di tengah perkembangan modernisasi yang berdampak pada peradaban manusia modern, yakni kecerdasan manusia yang sudah banyak tergantikan dengan alat-alat digital dan teknologi lainnya. Hanya satu yang tak bisa tergantikan yaitu moral. Moral mesti menjadi acuan hukum perilaku bagi setiap individu dengan individu lainnya. Kebiasaan generasi millenial dan gen-z harus mencirikan sikap bijak dan logis dalam berperan ke arah manapun. Sebab, perkembangan ilmu pengetahuan saat ini sudah berada pada kemajuan yang lebih luas.
Menurtu K. Bertens, ada empat hal karakteristik yang menunjukkan seseorang memiliki moral, yakni; bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, seorang yang melakukan perbuatan salah akan merasa bersalah dan berdosa. Sehingga perasaannya tidak tenang dan cenderung untuk meminta maaf. Itu yang disebut bertanggung jawab dan terkadang disebut juga sebagai sikap ksatria. Kemudian, tindakannya keluar dari hati nurani sendiri. Artinya segala bentuk pemikiran dan pendapat harus terbebas dari intervensi setan yang melemahkan ada sehatnya. Generasi millenial dan Z harus mengikuti apa kata hati nuraninya, merdeka untuk menyampaikan, merdeka untuk melakukan dan merdeka untuk mengajak. Dibutuhkan keberanian untuk mengikuti langkah nuraninya, sebab tidak sedikit godaan dan intervensi setan politik yang memaksa untuk keluar dari nuraninya. Memilih untuk menjelekkan dan mencela orang yang sama sekali ia tidak ketahui.
Selanjutnya adalah mewajibkan untuk menghargai karya orang lain. Jika ia menemukan sesuatu yang benar dan terarah tak ada tawar menawar untuk diakuinya dan bahkan harus diikuti. Ini yang disebut dengan sesuatu yang objektif. Tidak ada sesuatu apapun yang menghalanginya untuk mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Generasi millenial dan Z harus mampu membawa perubahan dengan menerapkan prinsip seperti ini. Dan yang terakhir adalah memiliki sifat formal. Max Scheler mengatakan jika seseorang akan mengaplikasikan nilai moral maka akan diikuti degan moral lainnya. Sebab seseorang yang memiliki moral luhur akan memberikan apresiasi terhadap orang lain yang juga memiliki moral. Jadi, sikap ini akan membentuk suatu identitas yang saling menghargai, menghormati dan mengangkat satu sama lainnya.
Jadi, tidak ada ruang untuk generasi millenial dan Z dalam menjalankan misi politiknya menggunakan pola pikir sadis, brutal dan ekstrim. Gen millenial dan Z merupakan makhluk kekinian dimana mereka hidup di tengah berkembangnya ilmu pengetahuan yang menempatkan manusia sebagai makhluk paripurna dan beradab, karena memiliki moral dan etika. Sebab kecerdasan manusia yang sudah banyak tergantikan dengan mesin dan teknologi informasi sementara moral tak dapat tergantikan oleh apapun. Di sinilah letak keluhuran kaum milenial dan Z, semoga mereka berpendirian pada apa yang diketahuinya dari ilmu pengetahuan. Politik itu bisa meninggikan derajat manusia dan juga bisa merendahkannya.
Kedua, sebagai bentuk tanggung jawab keberlangsungan regenerasi. Sebagai bagian dari komponen masyarakat, kaum muda memiliki potensi besar yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Potensi itu bersifat luas, salah satu diantaranya adalah aspek politik. Generasi muda yang melek politik akan memiliki pemahaman berbeda dengan mereka yang acuh. Mengapa demikian? Secara lahiriah bagi mereka yang peduli terhadap urusan-urusan politik akan melakukan tindakan-tindakan sosial yang tingkat kepentingannya adalah urusan publik. Maka generasi muda selalu memberi semangat satu sama lainnya untuk dapat bekerja sama dalam memerankan sifat dan wataknya sebagai anak muda yang terlibat dalam urusan sosial politik.
Maka dengan demikian, kaum muda millenial dan gen-z harus bersama-sama saling menunjang untuk kepentingan peranannya mengambil alih kewenangan strategis melalui jalur politik dan sosial. Bahkan tren saat ini adalah munculnya pemimpin-pemimpin muda baik di legislatif maupun eksekutif. Itu menandakan bahwa kaum muda sudah memiliki perhatian terhadap persoalan-persoalan publik dan mengharuskannya andil pada urusan-urusan politik.
Menanggapi situasi yang ada, generasi muda harus patuh dan taat terhadap norma yang dimilikinya, baik dalam ilmu pengetahuannya ataupun pada pengalamannya. Sebab, keduanya akan sama-sama mengangkat harkat martabat kaum muda dalam panggung politik nasional dan daerah. Sikap bijaksana, realistis, adil dan objektif merupakan mahkota yang harus dimiliki generasi muda dalam kiprahnya di masyarakat.
Komentar
Posting Komentar